Kartini
Dari Gelap Menuju Cahaya Islam
(Menguak Rahasia Akhir Kehidupan Sang Raden Ajeng Kartini- Bagian akhir-)
“…Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan(kekufuran) kepada cahaya(Islam) “
(QS. Al-Baqoroh:257)
“Kartini hidup di lingkungan yang tidak mendukung kehidupan keagamaannya. Kaum kuffar yang telah berencana untuk mendangkalkan aqidah Kartini dan orang muslim di sekitar Kartini yang memiliki pemahaman yang tidak benar terhada Islam membuat Kartini semakin jauh dari ajaran Islam. Hingga suatu hari Kartini berkenalan dengan Kyai Sholeh Darat…”
Sampai suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang bupati Demak. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama wanita lainnya dari balik tabir. Kartini tertarik dengan materi yang sedang diberikan, tafsir Al-Fatihah, oleh Kyai Sholeh Darat. Setelah selesai pengajian, kartini mendesak pamannya agar bersedia menemaninya untuk menemui Kyai Sholeh Darat.
“Kyai perkenankan saya menanyakan sesuatu. Bagaimanakah hukumnya apabila seseorang yang berilmu namun menyembunyikan ilmunya…?”
“Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?”
“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama (Al-Fatihah), dan induk Al-Qur`an yang isinya menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Alloh, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa para ulama` kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Qur`an dalam bahasa Jawa? Bukankah Al-Qur`an itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”
Tergugah dengan ktirik itu, Kyai Sholeh Darat kemudian menerjemahkan Al-Qur`an dalam bahasa Jawa dalam sebuah kitab berjudul Faidhur Rohman fit Tafsiril Qur`an jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari Al-Fatihah hingga surat Ibrohim. Kitab itu dihadiahkan kepada Kartini saat beliau menikah dengan R.M Djojodiningrat, Bupati Rembang.
Kyai Sholeh Darat keburu meninggal dunia pada saat baru menerjemahkan satu jilid tersebut. Namun satu jilid itu sudah cukup membuka pikiran Kartini mengenai Islam.
Tahu nggak? Sebenarnya ungkapan beliau “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu sebenarnya Kartini temukan dalam QS. Al-Baqoroh ayat 257 “…dari kegelapan (kekufuran) kepada cahaya(Islam)…”
Oleh Kartini, terjemah ayat tersebut diungkapkan dalam bahasa Belanda dengan “Door Duisternis Tot Licht”. Belakangan, Armijn Pane, sastrawan Kristen, menerjemahkan kumpulan surat-surat Kartini. Oleh dia, ungkapan itu diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
KARTINI DI KEMUDIAN HARI
Kartini yang kemudian belajar Islam pun berubah. Pandangannya terhadap Islam menjadi positif. Agaknya Alloh menunjukkan hidayah Islam kepadanya.
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai”
(kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902)
Kartini kemudian merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh pejuang feminisme dan emansipasi yang sesat itu, namun untuk lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai ibu.
“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama”
[kepada Prof. Anton dan Nyonya, 04 Oktober 1902]
Tidak hanya itu, bahkan pandangannya kepada Barat pun berubah.
“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?”
[kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902]
Ia juga menyadari tentang upaya kristenisasi terselubung terhadap dirinya.
“Bagaimana pendapatmu tentang Zending? Jika bermaksud baik atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka kristenisasi…bagi orang Islam melepaskan keyakinan sendiri untuk memluk agama lain merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan?”
[kepada E.E. Abendanon, 31 Januari 1903]
“….dan saya menjawab:Tidak ada Tuhan kecuali Alloh. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Alloh dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Alloh dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya, tentulah kami sudah memuja orang, bukan Alloh”
[kepada Ny. Abendanon, 12 Oktober 1902]
Sudah takdir Alloh, Kartini meninggal 4 hari setelah melahirkan putranya. Ia meninggal dalam usia muda, 25 tahun. Ia tak sempat belajar Islam lebih dalam. Yang kebanyakan orang tahu, Kartini hanyalah sekedar pejuang emansipasi wanita, tapi banyak orang yang nggak tahu perjalanan Kartini menemukan Islam dan perubahan pola pikrnya. Semoga Alloh merahmati Kartini dengan rahmat yang luas serta mengampuni dosa-dosanya
Beasiswa Data Print
8 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar